Objek Pengadaan Tanah

Objek Pengadaan Tanah

Objek pengadaan tanah secara regulasi Indonesia ada 6 yaitu (1) tanah, (2) ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, (3) bangunan, (4) tanaman, (5) benda yang berkaitan dengan tanah [penulis: seperti sumur, wc, kabel, pipa, dll]; dan (6) kerugian lainnya yang dapat dinilai seperti kerugian nonfisik yang dapat disetarakan dengan nilai uang [penjelasan UU No 2/2012: misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi, dan nilai atas properti sisa].
Kerugian yang ke-6 sepertinya selama ini masih banyak luput dari perhatian, karena dalam tabel nominatif tidak menyediakan kolom untuk objek pengadaan tanah ini. Hal yang perlu mendapat perhatian untuk dicari solusi lebih paripurna, walaupun penilai telah mencoba memasukkan dalam kerugian non fisik. Mengingat obyek yang ke-6 disebut secara jelas di dalam regulasi pengadaan tanah, maka harus dirumuskan secara presisi dalam operasionalnya. 
Regulasi pengadaan tanah, juga masih belum memberikan solusi atas dampak pengadaan tanah yang bukan atas kehilangan tanah, misalnya dampak akibat hilangnya tanah. Misalnya hilangnya pekerjaan, hilangnya lahan garapan, perhatian terhadap kelompok rentan akibat langsung dari dilepaskan tanah untuk pembangunan.
Misalnya yang kehilangan tanah itu adalah masyarakat adat, maka kehilangan tanahnya bisa merusak/mengganggu bentang alam yang memiliki nilai kearifan lokal, lunturnya nilai-nilai kearifan lokal karena hilangnya salah satu komponen fisik (tanah dan apa yang ada di atasnya) yang menjadi komponen kearifan lokal, dan bisa juga menyebabkan tidak bisa berlakunya secara sempurna pranata yang semestinya harus ditaati.
Jika masyarakat yang vulnerable (rentan) yang diantaranya diindikasikan (i) kemiskinan, (ii) kondisi manula, kepala keluarga wanita (miskin), penyandang disablitas, dan keterpencilan-minoritas, dll tidaklah cukup hanya diganti kerugian semata atas objek yang tidak dimiliki lagi (tanah dan aset yang terdampak). Sumberdaya hasil ganti kerugiannya tak akan cukup untuk memulai hidup baru atau melanjutkan kehidupannya. Karena komponen-komponen kehidupannya yang awalnya berdiri kokoh ada di sekelilingnya tak ada lagi. Semuanya harus dibagun dari awal kembali. Hal ini yang masih luput dari perhatian kebijakan pengadaan tanah.
Perlu dipikirkan sungguh-sungguh secara komprehesif yang mencerminkan asas pengadaan tanah yaitu menjaga keseimbangan kepentingan pemerintah dan masyarakat!

 

Diterbitkan oleh :

Rimun Wibowo

Chairman & Senior Principal of Social Safeguards at LPM EQUATOR | The Indonesia NLCs [Networks of Learning Centers for Environmental & Social Standard]