Apakah Tanah Negara Itu?
TANAH NEGARA adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah, bukan tanah wakaf, bukan tanah ulayat dan/atau bukan merupakan aset Barang Milik Negara/Daerah [PP No. 19/2021] & [Permen ATR/BPN No. 19/2021].
Berdasarkan pengertian tersebut, tanah wakaf, tanah ulayat dan/atau Barang Milik Negara/Daerah itu bukan tanah negara. Artinya tanah negara itu adalah tanah yang benar-benar bebas dari segala hak di atasnya.
Dalam konteks pengadaan tanah, pengertian tanah negara ini sangat penting, karena pihak yang menguasai tanah negara dengan iktikad baik berhak mendapatkan ganti kerugian [PP 19/2021 Pasal 18 (2) (f), Pasal 24 dan Permen ATR/BPN No. 19/2021, Pasal 46 (2) (f)]
Bilamana pengadaan tanah mengenai tanah negara (bebas) seperti pengertian di atas, namun ternyata di atas tanah negara tersebut ada yang menguasai dengan etikat baik, maka harus diberi ganti kerugian.
Pengadaan tanah yang mengenai tanah negara, terkadang terjadi salah pemahaman dalam menerapkan PP 62/2018 sehingga hanya diberi penanganan dampak sosial. Memang dalam PP 62/2018 ada pengertian tanah negara, namun konteksnya itu tanah negara (tidak bebas) seperti tanah bekas kereta api, tetap ada pemiliknya yaitu PT Kereta Api, maka hanya diterapkan penanganan dampak sosial sesuai PP 62/2018. Jika pengadaan tanah mengenai tanah negara bebas, menurut penulis harus mengacu pada [PP 19/2021 Pasal 18 (2) (f), Pasal 24 dan Permen ATR/BPN No. 19/2021, Pasal 46 (2) (f)].
Berikut adalah penjelasan lebih detail tentang menguasai tanah negara dengan etikat baik sebagaimana dijelaskan pada PP 19/2021 Pasal 18 (2) (f), Pasal 24 dan Permen ATR/BPN No 19/2021, Pasal 52:
Pihak yang menguasai Tanah Negara dengan iktikad baik berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pemerintah desa, Bank Tanah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa yang memiliki atau menguasai Objek Pengadaan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penguasaan Tanah Negara dibuktikan dengan alat bukti, berupa: (1) sertipikat Hak Atas Tanah yang telah berakhir; (2) jangka waktu haknya sepanjang masih dipergunakan dan dimanfaatkan oleh bekas pemegang haknya; (3) surat izin garapan/membuka tanah; (4) surat penunjukan/pembelian kavling tanah pengganti; atau (5) bukti lain yang dipersamakan dengan bukti penguasaan lainnya.
Dalam hal penguasaan Tanah Negara tidak dapat dibuktikan sebagaimana di atas (1 s/d 5) namun dikuasai secara fisik dan di atasnya terdapat ladang, kebun, tanam tumbuh, bekas tanam tumbuh, bangunan permanen/tidak permanen, bukti penguasaannya meliputi:
(a). surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah dari yang bersangkutan, diketahui oleh orang yang dapat dipercaya dan disaksikan paling sedikit 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal, yang menyatakan: (1) yang bersangkutan benar sebagai pemilik atau menguasai bidang tanah tersebut; (2) bidang tanah tersebut benar-benar dikuasai yang bersangkutan secara terus menerus/tanpa terputus disertai riwayat perolehan, penguasaan tanah, dan batas yang jelas; dan (3) yang bersangkutan bertanggung jawab penuh secara perdata maupun pidana; dan
(b). surat keterangan dari kepala desa/lurah atau nama lain yang menerangkan atas tanah tersebut tidak terdapat sengketa dengan pihak lain dan tidak menjadi jaminan utang piutang.
Bukti penguasaan (a) dan (b) di atas dianggap sebagai izin dari pejabat yang berwenang.
Diterbitkan oleh :
Rimun Wibowo
Chairman & Senior Principal of Social Safeguards at LPM EQUATOR | The Indonesia NLCs [Networks of Learning Centers for Environmental & Social Standard]